Kamis, 24 Juli 2008

SRAGEN JADI TEMPAT UJI COBA BANTUAN SOSIAL SECARA NASIONAL

SRAGEN JADI TEMPAT UJI COBA BANTUAN SOSIAL SECARA NASIONAL

SRAGEN - Pemkab Sragen selama ini sangat besar perhatiannya kepada Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Bentuk perhatian Pemkab Sragen diwujudkan dengan memberikan perlindungan sosial (social protection). Demikian diungkapkan Bupati Sragen,H. Untung Wiyono, dalam “Launching/Peluncuran Bantuan Dana Jaminan Sosial Penyandang Cacat Berat dan Jaminan Sosial Lanjut Usia di Kabupaten Sragen,”. Acara yang berlangsung di Pendopo Sumonegaran Sragen tersebut, dihadiri oleh Dirjen Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Depsos RI, Makmur Sunusi, Ph. D.

Menurut Makmur Sunusi, selama ini Bumi Sokowati dikenal sebagai salah satu daerah yang aktif dalam membantu kegiatan sosial baik di wilayah sendiri maupun secara nasional. Kunjungannya kali ini bertujuan untuk mengadakan uji coba ke beberapa daerah di Indonesia, bersamaan dengan launching (peluncuran) program Social Security maupun Social Assistance. “Program Jamian Sosial ini merupakan ujicoba untuk jangka waktu lima tahun, apabila berjalan baik akan dilanjutkan lagi,” katanya.

Bupati Untung Wiyono menjelaskan bahwa pemberdayaan fakir miskin, penyandang cacat dan orang lanjut usia (lansia) terus diupayakan. Berbagai program yang telah dilaksanakan diantaranya Jaminan Sosial Penyandang Cacat (JSPC) dan Jaminan Sosial Lanjut Usia (JSLU). Bagi fakir miskin, penyandang cacat, lansia yang potensial diberikan ketrampilan, pembinaan jiwa wira usaha serta pemberian bantuan modal usaha. Sedangkan bantuan untuk non-potensial melalui pemenuhan kebutuhan dasar (sandang, pangan, papan, kesehatan).
“Kepekaan sosial Pemkab Sragen juga ditandai dengan pembentukan Koordinator Bidang Sosial, sebuah inovasi kelembagaan yang dipimpin seorang pejabat setara eselon III,” kata Bupati. Lembaga ini mengurusi BAZ, Jimpitan beras, Wukirwati serta Zakat Maal. Dana yang telah terkumpul, lanjut Bupati, dimafaatkan untuk memberikan bantuan bagi Sragen maupun daerah lain yang sedang dilanda bencana alam. Bahkan, dana tersebut dikelola menjadi micro finance untuk menunjang pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sragen.

Disela kegiatan ini, Dirjen memberikan bantuan secara simbolik kepada dua orang penyandang cacat (Parti dari Sambungmacan dan Waluyo dari Sumberlawang) serta dua lansia (Giyem dari Sukodono dan Karomo Semito dari Gemolong). Bantuan Jaminan Sosial tersebut sejumlah Rp 300 ribu perbulan selama satu tahun bagi masing-masing orang, diberikan kepada 136 penyandang cacat berat dan 78 lansia. Untuk penyaluran bulan Januari-Juli di rapel (Rp 300.000,- x 7 bulan = Rp 2.100.000,-). Penyaluran bantuan tersebut melalui PT. Pos Indonesia Cabang Sragen, diantar langsung ke rumah penerima.

Bupati berharap, meskipun program ini untuk jaminan sosial (kebutuhan dasar hidup) akan lebih baik mempunyai nilai tambah dan bermanfaat apabila pihak keluarga dapat mengelola sebagai tambahan modal usaha. Bupati juga menghimbau, para pendamping seperti aparat desa, petugas sosial kecamatan dan Dinkesos Kabupaten Sragen, ikut berperan aktif. Kepada semua elemen masyarakat, Bupati meminta, agar mendukung program uji coba ini dengan cara menciptakan iklim yang kondusif.

Dalam kunjungannya ke Sragen, Dirjen menyempatkan diri meresmikan Gedung Lansia “Sakinah” yang belokasi di Jalan Ronggowarsito No.22 B. Dirjen juga bekunjung di Sekolah Luar Biasa Negeri yang berlokasi di Kalibening, Kroyo, Kecamatan Karangmalang. (nv-humas)

Sumber / Foto : Humas

Rabu, 02 Juli 2008

Sejarah Kabupaten Sragen

Sejarah Kabupaten Sragen

Hari Jadi Kabupaten Sragen ditetapkan dengan Perda Nomor : 4 Tahun 1987, yaitu pada hari Selasa Pon, tanggal 27 Mei 1746. tanggal dan waktu tersebut adalah dari hasil penelitian serta kajian pada fakta sejarah, ketika Pangeran Mangkubumi yang kelak menjadi Sri Sultan Hamengku Buwono yang ke- I menancapkan tonggak pertama melakukan perlawanan terhadap Belanda menuju bangsa yang berdaulat dengan membentuk suatu Pemerintahan lokal di Desa Pandak, Karangnongko masuk tlatah Sukowati sebelah timur.

Kronologi dan Prosesi

Pangeran Mangkubumi adik dari Sunan Pakubuwono II di Mataram sangat membenci Kolonialis Belanda. Apalagi setelah Belanda banyak mengintervensi Mataram sebagai Pemerintahan yang berdaulat. Oleh karena itu dengan tekad yang menyala bangsawan muda tersebut lolos dari istana dan menyatakan perang dengan Belanda. Dalam sejarah peperangan tersebut, disebut dengan Perang Mangkubumen ( 1746 - 1757 ). Dalam perjalanan perangnya Pangeran Muda dengan pasukannya dari Keraton bergerak melewati Desa-desa Cemara, Tingkir, Wonosari, Karangsari, Ngerang, Butuh, Guyang. Kemudian melanjutkan perjalanan ke Desa Pandak, Karangnongko masuk tlatah Sukowati.

Di Desa ini Pangeran Mangkubumi membentuk Pemerintahan Pemberontak. Desa Pandak, Karangnongko di jadikan pusat Pemerintahan Projo Sukowati, dan Beliau meresmikan namanya menjadi Pangeran Sukowati serta mengangkat pula beberapa pejabat Pemerintahan.

Karena secara geografis terletak di tepi Jalan Lintas Tentara Kompeni Surakarta – Madiun, pusat Pemerintahan tersebut dianggap kurang aman, maka kemudian sejak tahun 1746 dipindahkan ke Desa Gebang yang terletak disebelah tenggara Desa Pandak Karangnongko.

Sejak itu Pangeran Sukowati memperluas daerah kekuasaannya meliputi Desa Krikilan, Pakis, Jati, Prampalan, Mojoroto, Celep, Jurangjero, Grompol, Kaliwuluh, Jumbleng, Lajersari dan beberapa desa Lain.

Dengan daerah kekuasaan serta pasukan yang semakin besar Pangeran Sukowati terus menerus melakukan perlawanaan kepada Kompeni Belanda bahu membahu dengan saudaranya Raden Mas Said, yang berakhir dengan perjanjian Giyanti pada tahun 1755, yang terkenal dengan Perjanjian Palihan Negari, yaitu kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, dimana Pangeran Sukowati menjadi Sultan Hamengku Buwono ke-1 dan perjanjian Salatiga tahun 1757, dimana Raden Mas Said ditetapkan menjadi Adipati Mangkunegara I dengan mendapatkan separuh wilayah Kasunanan Surakarta.

Selanjutnya sejak tanggal 12 Oktober 1840 dengan Surat Keputusan Sunan Paku Buwono VII yaitu serat Angger – angger Gunung, daerah yang lokasinya strategis ditunjuk menjadi Pos Tundan, yaitu tempat untuk menjaga ketertiban dan keamanan Lalu Lintas Barang dan surat serta perbaikan jalan dan jembatan, termasuk salah satunya adalah Pos Tundan Sragen.

Perkembangan selanjutnya sejak tanggal 5 juni 1847 oleh Sunan Paku Buwono VIII dengan persetujuan Residen Surakarta baron de Geer ditambah kekuasaan yaitu melakukan tugas kepolisian dan karenanya disebut Kabupaten Gunung Pulisi Sragen. Kemudian berdasarkan Staatsblaad No 32 Tahun 1854, maka disetiap Kabupaten Gunung Pulisi dibentuk Pengadilan Kabupaten, dimana Bupati Pulisi menjadi Ketua dan dibantu oleh Kliwon, Panewu, Rangga dan Kaum.

Sejak tahun 1869, daerah Kabupaten Pulisi Sragen memiliki 4 ( empat ) Distrik, yaitu Distrik Sragen, Distrik Grompol, Distrik Sambungmacan dan Distrik Majenang.

Selanjutnya sejak Sunan Paku Buwono VIII dan seterusnya diadakan reformasi terus menerus dibidang Pemerintahan, dimana pada akhirnya Kabupaten Gunung Pulisi Sragen disempurnakan menjadi Kabupaten Pangreh Praja. Perubahan ini ditetapkan pada jaman Pemerintahan Paku Buwono X, Rijkblaad No. 23 Tahun 1918, dimana Kabupaten Pangreh Praja sebagai Daerah Otonom yang melaksanakan kekuasaan hukum dan Pemerintahan.

Dan Akhirnya memasuki Zaman Kemerdekaan Pemerintah Republik Indonesia , Kabupaten Pangreh Praja Sragen menjadi Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen.